Menu
RSS
Banner Top Pendidikan

Upaya Menjadi Guru Sejahtera di Indonesia

Oleh: Raden Ridwan Hasan Saputra

            Tulisan ini dibuat untuk lebih memperjelas materi yang saya sampaikan pada pertemuan penguatan guru yang sudah dilatih ilmu suprarasional sekaligus pertemuan anggota jaringan suprarasional pada tanggal 18 Juni 2023 pukul 19.30 – 21.00 wib. Awalnya saya bercerita tentang tujuan manusia diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah, sesuai dengan QS  Az-Zariyat ayat 56: Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.  Beribadah disini jika dimaknai secara umum, manusia harus melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah. Ada hal lagi yang menurut saya tidak kalah penting, yaitu berbagai aktivitas hidup manusia harus selalu diniatkan dalam rangka beribadah kepada Allah.

            Kemudian saya menyambungkan sambutan awal tentang ibadah ini dengan profesi guru. Saya mempunyai solusi bagaimana membuat guru sejahtera melalui pendekatan ibadah. Sehingga saya memberi judul tulisan ini “upaya menjadi guru sejahtera di Indonesia”. Maksud dari judul ini adalah guru sebagai individu harus berusaha secara aktif mengubah dirinya dari awalnya tidak sejahtera hingga menjadi sejahtera. Alhamdulillah saya pribadi mempunyai pengalaman dan konsep tentang hal ini. Jika saya membuat judul “upaya menyejahterakan guru di Indonesia” maka posisi guru disini pasif, yang aktif adalah pihak lain misalnya pemerintah. Masalah guru yang sangat pelik menyebabkan pemerintah belum bisa menemukan solusi yang menyejahterakan dan adil bagi semua pihak.  

Sebelum melanjutkan cerita menjadi guru sejahtera, saya ingin mengomentari sedikit tentang kebijakan pemerintah dalam menyejahterakan guru dengan membuat program  Guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Menurut saya kebijakan ini, idenya bagus hanya harus dievaluasi serius karena kebijakan ini sepertinya menjadi solusi untuk pemerintah dalam mengatasi kekurangan guru, tetapi menjadi musibah bagi sekolah-sekolah swasta karena banyak guru-guru bagusnya  pindah menjadi guru-guru PPPK.  Sekolah-sekolah swasta sekarang kekurangan guru dan kualitas sekolahnya pun menjadi turun, padahal guru-guru bagus yang pindah itu sudah dibina oleh pihak sekolah swasta dengan  proses yang panjang dan tidak murah.

            Kembali pada tema tulisan awal, konsep yang akan saya sampaikan ini hanya untuk guru yang mau aktif mengubah nasibnya, bukan untuk guru pasif, yang hanya menunggu kebijakan dari pemerintah. Sebelum saya menjelaskan tentang bagaimana menjadi guru sejahtera, sebaiknya kita sepakati terlebih dahulu kalau Allah Maha Kaya, Allah Maha Pengasih, Allah Maha penyayang, Allah Maha Gaib, Allah Maha Kuasa, Allah mengetahui dan yang sangat penting, sebagaimana dalam QS Al Ikhlas ayat 2 “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu”. Apakah anda sepakat? Kalau sepakat, mari kita lanjutkan membaca paragraf berikutnya.

Selanjutnya saya ingin memberikan sebuah ilustrasi sederhana. Jika seorang pedagang menjual barangnya dengan menentukan harga tertentu apakah wajar? Jawabnya tentu wajar karena yang dijual barang nyata. Jika seorang guru menjual ilmunya dengan harga tertentu apakah wajar? Ilmu itu wujudnya nyata atau gaib? Jawaban untuk pertanyaan pertama mungkin banyak yang beda pendapat, tetapi untuk pertanyaan kedua semoga banyak yang sepakat yaitu ilmu menurut saya sesuatu yang gaib. Oleh karena ilmu adalah sesuatu yang gaib, maka seorang guru sebaiknya bertransaksinya dengan Allah.

Ilustrasi di atas menghantarkan pada upaya pertama untuk menjadi guru sejahtera yaitu guru harus menjadi pegawai atau karyawan Allah dan mengharapkan upah dari Allah. Agar bisa meyakini  hal tersebut maka guru harus mempuyai keimanan yang kuat. Mempunyai keimanan yang kuat memang syarat utama menjadi guru. Keimanan kuat ini dibuktikan salah satunya dalam bentuk taat menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah. Keimanan yang kuat bisa terwujud ketika para guru mempelajari ilmu untuk mengenal Allah.

Menjadi guru negeri, guru PPPK dan guru swasta tidak menjadi masalah selama guru tersebut meyakini sebagai karyawan Allah. Jika guru menjadi karyawan Allah maka Allah yang akan memberi upah. Bentuknya bisa berupa gaji yang diterima setiap bulannya dan bentuk lain berupa rezeki tak terduga yang pasti akan memenuhi kebutuhan hidup guru tersebut. Hal ini harus diyakini karena Allah Maha Kaya dan Maha Mengetahui. Konsep ini sebenarnya sudah dilaksanakan oleh para kiai jaman dulu, dimana banyak santrinya yang belajar di pesantren tidak dipungut biaya (gratis) tetapi kehidupan kiainya sejahtera.

            Upaya kedua, guru harus rajin belajar atau rajin menuntut ilmu. Guru bisa menuntut ilmu dalam bentuk mengikuti pelatihan-pelatihan atau kursus-kursus yang berhubungan untuk meningkatkan kompetensi guru atau kuliah lagi di jenjang S2 dan S3. Semakin bertambahnya ilmu maka akan semakin luas pintu rezekinya, sehingga akan mempermudah datangnya rezeki. Hal ini akan terwujud jika niat guru menuntut ilmu adalah untuk mendapatkan ridho Allah.

            Upaya ketiga, guru harus fokus menjalani profesi guru sebaik mungkin. Seorang guru, ketika hatinya, pikiran dan aktivitas hidupnya dicurahkan untuk pendidikan maka Allah akan penuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Allah akan datangkan para penolong dari orang yang tidak terduga dan dari jalan yang tidak di sangka-sangka supaya kebutuhan-kebutuhan guru tersebut terpenuhi.  Jadi seorang guru fokuslah untuk mendidik dan mengajar dengan baik, fokuslah terus belajar dalam rangka meningkatkan kompetensi. Seandainya guru ingin mencari penghasilan tambahan,  maka gunakanlah kompetensi yang dimiliki, seperti dengan cara mengajar les privat, membuat modul atau buku, membuat media belajar, mengisi seminar atau pelatihan. Jangan sampai mencari penghasilan tambahan dengan cara melakukan aktivitas yang jauh hubungannya dengan dunia pendidikan.

            Jika ketiga upaya itu dilakukan dengan sungguh-sungguh, maka dalam ilmu suprarasional, hal itu akan menghasilkan tabungan jiwa yang besar.  Insya Allah tabungan jiwa yang besar akan menghasilkan rezeki yang besar. Ketika memiliki rezeki besar maka guru tersebut akan sejahtera. Jika 3 upaya ini sudah dilakukan, seorang guru tidak perlu harus pindah sekolah karena alasan gaji di sekolah yang baru lebih besar. Sebab dimanapun guru tersebut berada pasti akan sejahtera hidupnya karena Allah yang menjamin rezekinya.  Jika harus pindah ke sekolah baru alasan utamanya adalah karena tabungan jiwa yang akan diperoleh di sekolah baru jauh lebih besar.  Tabungan jiwa yang dimaksud disini, guru bisa lebih banyak beribadah (seperti sholat sunnah, puasa, mengaji dll) dan lebih memberi manfaat untuk umat.

Menurut saya, mulai sekarang lebih baik guru secara aktif memperbaiki dirinya untuk sejahtera dengan melaksanakan 3 upaya tersebut. Jangan menunggu kebijakan pemerintah untuk menyejahterakan guru. Sebab masalah pendidikan di indonesia sudah seperti benang kusut yang sangat sulit diselesaikan. Sehingga entah kapan kebijakan menyejahterakan guru yang memberikan keadilan bagi semua pihak bisa terwujud. Menurut saya generasi muda akan menjadi luar biasa jika dididik oleh guru-guru yang melaksanakan 3 upaya tersebut.  Apakah Bapak dan Ibu setuju? Jika setuju, mari kita perbaiki diri.      

Bogor, 20 Juni 2023

Raden Ridwan Hasan Saputra

Presiden Direktur Klinik Pendidikan MIPA

Read more...

MENYONTEK, MAHASISWA, DAN PINJOL

Judul ini saya buat, setelah hari Minggu kemarin saya berdiskusi dengan orang tua siswa yang peduli pendidikan. Beliau mengeluhkan kebiasaan menyontek pelajar saat ini. Kebiasaan menyontek ini bisa terdeteksi dengan membandingkan hasil nilai ujian pada saat belajar online dengan hasil nilai ujian pada saat belajar offline. Anak-anak yang memperoleh nilai di papan atas pada saat ujian online, ternyata pada saat ujian offline nilainya menjadi papan bawah. Idealnya kalau siswa yang jujur dalam mengikuti ujian, posisi nilai pada saat ujian online dan offline tidak jauh berbeda.

Fenomena tidak jujur bukan hanya pada saat ujian sekolah, tapi juga pada lomba-lomba online seperti Olimpiade Sains Online. Ada fenomena penggunaan joki pada saat lomba Olimpiade Sains. Menyewa jasa joki untuk Olimpiade Sains tentu tidak murah, oleh karena itu sangat mungkin penggunaan joki diketahui orang tua peserta lomba tersebut dan tidak tertutup kemungkinan mendapat restu gurunya karena demi mengharumkan nama sekolah. Fenomena joki ini bisa diketahui dari beberapa pengalaman saya melaksanakan Lomba Sains Online. Kisah tentang joki sering kita dengar juga waktu jaman ujian masuk perguruan tinggi secara offline.

Kebiasaan menyontek atau menggunakan joki untuk sukses dalam ujian atau tes lainnya adalah sikap tidak jujur dalam meraih keberhasilan. Jika sikap ini terus dipelihara maka akan membuat pelaku terbiasa untuk meraih kesuksesan tanpa kerja keras. Sikap ini bisa menjadi bibit tumbuhnya perbuatan korupsi atau kejahatan lainnya, karena ingin meraih kesuksesan dengan cara yang mudah dan cepat. Sayangnya fenomena ini belum mendapatkan perhatian besar dari pemangku kepentingan di dunia pendidikan karena mungkin pemangku kepentingan tersebut lebih fokus kepada hal-hal yang dirasa lebih penting.

Kebiasaan untuk mencapai sesuatu kesuksesan dengan cara yang mudah dan cepat dengan cara apa pun, baik yang halal atau pun yang haram, sepertinya sudah menjadi gaya hidup generasi muda saat ini. Saat ini ada berita viral tentang ratusan mahasiswa yang terjerat pinjaman online (Pinjol) menjadi salah satu bukti kebiasaan tersebut. Kasus ini terjadi karena banyak mahasiswa yang tertarik untuk mengikuti suatu bisnis online yang keuntungannya menggiurkan, tetapi modal yang digunakan untuk menjalankan bisnis online itu diperolah dari pinjaman online. Ketika bisnis online tersebut ternyata adalah suatu bentuk penipuan, akibatnya banyak mahasiswa yang terjerat hutang kepada pihak pinjaman online. Hal ini bisa diketahui setelah banyak mahasiswa yang didatangi oleh penagih hutang dari pihak pinjaman online.

Kasus mirip ratusan mahasiswa yang tertipu seperti ini sudah banyak terjadi, contohnya Trading Binomo yang menipu ratusan orang dan akhirnya membawa pelakunya masuk penjara. Melihat kebiasaan generasi muda saat ini yang ingin meraih kesuksesan tanpa bersusah payah, membuat kasus-kasus di atas akan terus berlanjut, mungkin dengan versi yang berbeda. Jika kebiasaan anak muda meraih kesuksesan tanpa kerja keras menjadi budaya maka ini akan menjadi malapetaka bagi bangsa di masa depan.

Perlu ada upaya serius dari pemerintah untuk menghilangkan kebiasaan meraih kesuksesan dengan cara mudah. Tentunya upaya ini harus dimulai dari dunia pendidikan. Menurut saya ada kesalahan yang mendasar dalam dunia pendidikan kita, yaitu lebih mengutamakan mengasah kecerdasan otak di kepala dan kurang mengasah kecerdasan otak di dada (hati). Efek dari mendahulukan otak di kepala maka tujuan hidup peserta didik adalah untuk meraih kesuksesan yang sifatnya duniawi seperti kekayaan, pangkat, jabatan dan ketenaran. Kesuksesan duniawi itu diperoleh dengan berbagai cara, baik yang halal maupun yang haram, baik dengan kerja keras atau kerja santai. Kebiasaan menyontek generasi muda saat ini membuat cara meraih kesuksesan duniawi cenderung pada cara yang haram dan kerja santai.

Sudah saatnya dunia pendidikan kita untuk fokus pada peningkatan kecerdasan otak di dada (hati). Orang yang otak di dadanya cerdas akan melakukan cara yang halal saja dalam meraih kesuksesan, sebab orang tersebut tidak akan melakukan cara yang haram karena takut kepada Allah. Begitu pula dalam upaya meraih kesuksesan, orang yang otak di dadanya cerdas akan lebih menikmati proses daripada hasilnya. Sebab proses atau usaha yang dilakukan itulah yang dinilai oleh Allah dan para malaikat. Jika orang Indonesia otak di dadanya cerdas tentunya kasus penipuan yang dialami ratusan mahasiswa itu tidak akan terjadi dan tentunya dengan kasus-kasus penipuan lainnya pun tidak akan terjadi. InsyaAllah jika kecerdasan otak di dada menjadi prioritas untuk dicerdaskan, kebiasaan menyontek atau perbuatan curang lainnya dalam merah prestasi akan hilang di dunia pendidikan Indonesia.

 

Bogor, 18 November 2022

Bang Read1

 

Read more...

MENYIAPKAN PEMUDA SUPRARASIONAL

Menjelang Hari Sumpah Pemuda di tanggal 28 Oktober, saya jadi teringat kehadiran beberapa orang lulusan SMA yang bersilaturahmi ke kantor saya sekaligus mohon doa restu untuk melanjutkan kuliah di beberapa perguruan tinggi baik di dalam maupun di luar negeri. Mereka adalah anak-anak muda yang sejak SD atau SMP belajar di Klinik Pendidikan MIPA (KPM), sebuah lembaga pendidikan yang saya pimpin. Mereka adalah anak-anak yang setiap Sabtu rela datang ke Bogor untuk belajar Matematika, ikut olahraga pencak silat, dibina adab dan akhlaknya, serta rajin melakukan ibadah.

Saya tidak terpikir kalau mereka saat ini bisa menjadi sosok-sosok yang bisa membanggakan dan sekaligus Insya Allah bisa diandalkan untuk menghadapi masa depan bangsa, karena di antara mereka banyak yang menjadi juara Olimpiade Matematika dan Sains baik nasional maupun internasional. Saya berdoa anak-anak muda yang pernah kami bina di KPM bisa menjadi sosok-sosok yang mandiri dan mampu mempertahankan keberlangsungan bangsa, bahkan bisa membawa bangsa ini menjadi terhormat di mata dunia.

Berkaca pada pengalaman KPM membina anak-anak Indonesia khususnya di bidang Matematika dan IPA. KPM selalu menekankan bahwa belajar di KPM bukan untuk menjadi juara Olimpiade Matematika dan IPA, walaupun pada kenyataannya banyak anak-anak yang belajar di KPM berhasil menjadi juara di berbagai olimpiade. Tujuan KPM membina anak-anak ini adalah agar mereka menjadi orang yang bermanfaat di masa sekarang dan masa mendatang.

Oleh karena itu, agar menjadi manusia bermanfaat maka anak-anak tersebut harus diasah akalnya (otak di kepala) dengan pelajaran Matematika dan IPA, juga harus diasah hatinya (otak di dada) dengan diajari adab dan akhlak serta diajak untuk rajin beribadah, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Khusus yang beragama Islam, dianjurkan untuk melaksanakan 7 sunah. Selain itu, sebelum masa pandemi, KPM menganjurkan anak-anak yang belajar di kelas khusus untuk mengikuti pencak silat yang diadakan KPM, impiannya adalah agar ketika mereka kuliah ke luar negeri bisa membela diri dan bisa mengenalkan pencak silat ke mancanegara.

Proses pembinaan yang dilakukan selama ini sepertinya sudah mulai menuai hasil ketika setiap tahun banyak alumni KPM yang mohon doa restu untuk kuliah di dalam dan luar negeri. Bahkan, ada juga yang mohon doa restu untuk bekerja di luar negeri. Bagi saya keberhasilan anak-anak muda ini, tentu faktor utamanya ada pada orang tua dan pihak sekolah, sedangkan posisi lembaga pendidikan seperti KPM hanya untuk melengkapi dan mengasah apa yang sudah didapat di sekolah agar lebih tajam dan lebih memberi manfaat.

Hal yang membuat saya bersyukur, saat ini banyak orang tua menitipkan anaknya ke KPM karena untuk bisa lebih rajin ibadah dan agar mempunyai adab dan akhlak yang baik. Pergeseran berpikir pada orang tua ini membuat saya menjadi lebih leluasa untuk menerapkan program-program agar otak di dada anak-anak ini menjadi cerdas.

Cerita saya di atas adalah pengantar untuk para pembaca agar bisa memahami konsep yang coba saya terapkan untuk menyiapkan generasi muda dalam menghadapi masa depan.  Sependek pemahaman saya bahwa manusia dibekali Allah dengan pancaindra, akal (otak di kepala) dan kalbu (hati atau otak di dada). Seharusnya pancaindra, akal dan kalbu (hati) harus dilatih atau diasah agar ketiganya sama-sama sehat atau cerdas. Pancaindra diasah dengan berolahraga dan menjaga pola makan, akal diasah dengan cara belajar dan mengamalkan ilmu yang dimiliki, sedangkan kalbu (hati) diasah dengan adab dan akhlak yang berbaik serta rajin beribadah.

Jika dilihat pelaksanaan pendidikan di Indonesia, kebanyakan atau yang utama diasah itu cenderung akal dan pancaindra, sementara kalbu kurang diperhatikan. Buktinya adalah seseorang dijadikan ranking 1 di kelas di sebuah sekolah, pertimbangan utamanya karena nilai-nilai akademiknya bagus dan fisiknya atau nilai olahraganya bagus. Jarang atau mungkin tidak ada seseorang jadi ranking 1 di kelas dengan pertimbangan utamanya karena adab dan akhlaknya bagus serta rajin ibadah.

Dampak yang terjadi dari kebijakan ini adalah anak-anak lebih suka les Matematika, IPA, bahasa Inggris atau les renang atau les olahraga lainnya agar bisa menjadi ranking di kelasnya. Sementara adab dan akhlak serta rajin ibadah bukan menjadi prioritas orang tua untuk dikursuskan atau dibina secara khusus karena tidak punya dampak penting untuk jadi rangking di kelas.

Banyak yang lupa untuk mengasah hati karena banyak yang beranggapan hati tidak begitu penting. Padahal jika kita renungkan hadis nabi berikut ini:

Rasulullah SAW pernah bersabda, Ingatlah, dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Kalau segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya. Tetapi, bila rusak, niscaya akan rusak pula  seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu bernama qolbu.” (HR Bukhari dan Muslim).

Kalbu berdasarkan hadis di atas berpengaruh terhadap kebaikan atau kerusakan jasad. Pada faktanya yang terjadi demikian, hati yang baik akan membuat pikiran menjadi tenang. Pikiran tenang akan membuat fisik menjadi sehat. Fakta medis banyak penyakit fisik yang terjadi karena pengaruh pikiran yang tidak tenang, contohnya stres yang bisa menyebabkan penyakit fisik. Hati yang baik akan menghasilkan pikiran yang baik, seperti berpikir untuk memberi manfaat kepada orang lain dengan apa yang dimilikinya sehingga hati yang baik salah satu manfaatnya bisa melahirkan orang-orang dermawan.

Hati yang rusak bisa melahirkan pikiran yang rusak yang bisa merugikan orang lain, seperti berpikir untuk melakukan korupsi, mencuri, dan perbuatan tidak baik lainnya. Jika melihat pembahasan ini tentunya kita sepakat kalau kalbu punya peran sangat penting dalam kehidupan. Oleh karena, itu mengasah kalbu tidak boleh dilupakan bahkan seharusnya diutamakan.

Jika dipahami lebih mendalam, hati yang baik bisa menghasilkan orang-orang yang beriman dan bertakwa. Manfaat jika suatu negeri penduduknya beriman dan bertakwa ada pada QS. Al-A’raf ayat 96.

Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan. 

Berdasarkan ayat di atas maka perlunya kita semua menyiapkan anak-anak muda Indonesia untuk menjadi orang-orang yang beriman dan bertakwa agar Indonesia menjadi negeri yang penuh berkah. Supaya membentuk anak-anak muda yang beriman dan bertakwa maka pendidikan saat ini tidak boleh melupakan atau bahkan harus lebih mengutamakan mengasah hati. Bentuknya dengan menjadikan adab dan akhlak serta rajin beribadah sebagai pertimbangan utama dalam memilih siswa berprestasi baik di kelas maupun di sekolah. Pengutamaan mengasah hati ini bertujuan untuk memperkuat kegiatan mengasah akal dan mengasah pancaindra yang sudah ada di kurikulum pendidikan saat ini. Anak-anak muda yang hatinya sehat yang akan membawa negeri ini menjadi penuh berkah, saya menyebutnya anak-anak muda tersebut sebagai Pemuda Suprarasional.

 

Bogor, 26 oktober 2022

Bang Read1

Read more...