Menu
RSS
Banner Top Topik Sepekan

AHP : CATATAN ATAS SIARAN PERS LBH KBR 12 JULI 2014

PETISI

HAK & KEWAJIBAN SELAKU WARGA NEGARA INDONESIA

TENTANG

CATATAN ATAS SIARAN PERS LBH KBR 12 JULI 2014

TERKAIT SIKAP WALIKOTA BOGOR & TPF HOTEL AMAROOSSA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dengan hormat,

Pada hari Sabtu tanggal 12 Juli 2014, Sugeng Teguh Santoso, dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Keadilan Bogor Raya (KBR), kembali mengeluarkan Siaran Pers yang diterima oleh saya dan berbunyi:

Siaran pers LBH KBR ; Walikota Bima Arya tidak taat hukum terkait pembentukan TPF ;terkait dibentuknya tim internal untuk memeriks perijinan amarosa oleh walikota bogor Bima arya , bukan mendorong TPF amarosa bekerja  inilah sikap LBH,pembentukantim internal pemkot tdk ada kaitan dgn gugatan  3 warga kota syamsul hidayat (kosgoro 57 ), Felix martha ( KMPB ) dan Tb sandy ( HMI MPO ) yg diwakili oleh LBH KBR menggugat walikota. Tuntutan warga kota adalah Bima arya sbg walikota mentaati Hukum sbg yg diperintahkan dalam putusan pengadilan Bogor no.40, yg memerintahkan walikota menunjuk aparaturnya untuk masuk daalam TPF amarosa. Ternyata sudah 1 bulan lebih sejak putusan tsb, walikota Bima arya belum juga melaksanakan putusan tsb. Karenanya atas sikap walikota tersebut LBH KBR menyatakan hal2 sbb; 1. Bima arya telah mengabaikan hukum, dgn menunda nunda penunjukan tim pemkot dalam TPF justice delay justice denay . 2. Walikota Bima, telah mengabaikan penerapan prinsip2 transparansi dan akuntable dalam pengawasan amArosa oleh publik yg direpresentasi dalam TFP 3. Walikota diduga melakukan praktek impunity, perlindungan hukum pada pihak yg diduga melanggar hukum terkait terbitnya ijin dan implementasi ijin amasrosa oleh pt aramanda. 5. LBH KBR meragukan walikota bima arya serius menindak amarosa 6. Ada intervensi pihak2 tertentu dalam putusan yg menunda2 jalannya TPF;

Saya tdk percaya tim internal akan berhasil membongkar dugaan pelanggaran2 terkait amarosa, krn diduga tujuannya adalah impunity;

Taati hukum , dukung TPF amarosa bekerja sehingga terbukti pemkot berlku transparan , akuntable dan partisipaatip. Klo berkelit, itu hanya apalogy.

Lalu Sugeng Teguh Santoso, dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Keadilan Bogor Raya (KBR)kemudianpun mengirimkan juga Siaran Pers kepada salah seorang Reporter Bogorplus.com, yang bunyinya kurang lebih sama yaitu:

Siaran pers LBH KBR :'Walikota Bima Arya tidak taat hukum terkait pembentukan TPF' Terkait dibentuknya tim internal untuk memeriksa perijinan hotel amarossa oleh Walikota Bogor Bima Arya, bukan mendorong TPF amarossa bekerja,  inilah sikap LBH KBR ; Pembentukan tim internal Pemkot tdk ada kaitan dgn gugatan  3 warga kota syamsul hidayat (kosgoro 57), Felix martha (KMPB) dan Tb sandy (HMI MPO) yg diwakili oleh LBH KBR menggugat walikota. Tuntutan warga kota adalah Bima Arya sbg Walikota mentaati Hukum sbg yg diperintahkan dalam putusan pengadilan Bogor no.40, yg memerintahkan walikota menunjuk aparaturnya untuk masuk daalam TPF amarosa. Ternyata sudah 1 bulan lebih sejak putusan tsb, Walikota Bima Arya belum juga melaksanakan putusan tsb. Karenanya atas sikap Walikota tersebut LBH KBR menyatakan hal2 sbb; 1. Bima Arya telah mengabaikan hukum, dgn menunda nunda penunjukan tim pemkot dalam TPF justice delay justice denay. 2. Walikota Bima Arya, telah mengabaikan penerapan prinsip-prinsip transparansi dan akuntable dalam pengawasan Amarossa oleh publik yg direpresentasi dalam TFP. 3. Walikota diduga melakukan praktek impunity, perlindungan hukum pada pihak yg diduga melanggar hukum terkait terbitnya ijin dan implementasi ijin amasrosa oleh PT.Aramanda. 5. LBH KBR meragukan Walikota Bogor Bima Arya serius menindak amarossa. 6. Ada intervensi pihak2 tertentu dalam putusan yg menunda2 jalannya TPF.Demikian siaran pers LBH KBR

Dari kedua Siaran Pers tersebut sebetulnya, intinya adalah bernada penekakan agar Walikota Bogor segera membentuk TPF sebagaimana diharapkan oleh LBH KBR.

Tehadap hal ini, kiranya, agar masyarakat juga mempunyai informasi yang seimbang terhadap Siaran Pers LBH KBR tersebut, maka perlu diinformasikan hal-hal sebagai berikut:

1. Faktanya Walikota Bogor bukannya tidak peduli terhadap permasalahan terkait ijin dan bangunan Hotel Amaroossa, karena pada hari Jum’at tanggal 11 Juli 2014, Walikota telah menandatangani surat agar para SKPD terkait segera dalam waktu yang telah ditentukan melakukan analisa dan evaluasi terhadap perizinan dan bangunan dimaksud. Hal ini memang menjadi pertaruhan bagi kerdibilitas Walikota Bogor dan jajarannya, karena jika hasil dari analisa dan evaluasi para SKPD terkait tersebut nantinya tidak ada permasalahan di perizinan dan bangunan tersebut, adalah hal yang patut dicurigai dan diperdalam, mengingat bahwa HE (salah satu staf Pemkot Bogor), telah jauh-jauh hari melaporkan kepada Walikota Bogor adanya upaya perubahan Site Plan dan IMB oleh oknum-oknum tertentu, dengan cara memaksa agar HE menandatanganinya back dated;

2. Faktanya bahwa Para Penggugat Perkara Register Nomor 40/Pdt.G/2014/PN.BGR, selaku Penerima Bantuan Hukum sangat patut diduga bukan termasuk kelompok miskin, sebagaimana dimaksud dalamPasal 1 angka 2, Pasal 1 angka 3, Pasal 5, Pasal 14 ayat (1) huruf c, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin, yang dibuktikan dengan melampirkan surat keterangan miskin dari lurah, kepala desa, atau pejabat yang setingkat di tempat tinggal pemohon Bantuan Hukum. Penggugat Perkara RegisterNomor 40/Pdt.G/2014/PN.BGR adalah Samsul Hidayat (Konsultan Hukum), Tb Sandi Irawan dan Felix Martha (mahasiswa), yang diwakili oleh Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Bogor Raya;

3. Faktanya bahwa baik dalam Kesepakatan Perdamaian maupun Putusan Pengadilan Perkara RegisterNomor 40/Pdt.G/2014/PN.BGR tidak pernah memerintahkan adanya batasan waktu kapan harus terbentuknya TPF dan tidak ada sanksi jika Para Pihak (termasuk Pemerintah Kota Bogor) tidak menjalankan Kesepatan maupun Putusan tersebut, jadi apa yang dilanggar oleh Walikota ?;

4. Faktanya bahwa sebagai Walikota diwajibkan untuk tidak tunduk dan patuh terhadap apapun yang bertentangan dengan hukum, hal mana baik Kesepakatan Perdamaian maupun Putusan Pengadilan Perkara Register Nomor 40/Pdt.G/2014/PN.BGR lahir dengan bertentangan pada sejumlah peraturan perundang-undangan, sebagaimana telah dijelaskan dalam link berita berikut:  http://www.bogorplus.com/index.php/bogor-raya/item/4935-ahp-kesepakatan-perdamaian-pemkot-bogor-lbh-kbr-harus-ditolak danhttp://www.bogorplus.com/index.php/bogor-raya/item/5172-ahp-tpf-amaroossa-cacat-melawan-hukum-maka-wajib-di-tolak ;

5. Faktanya bahwa berdasarkan Kesepakatan Perdamaian maupun Putusan Pengadilan Perkara RegisterNomor 40/Pdt.G/2014/PN.BGR nantinya jika TPF dibentuk, tidak hanya akan “mengurusi” perizinan dan bangunan Hotel Amaroossa, melainkan juga telah terjadi “overlapping” kewenangan yang berlebihan dan potensi perampasan kewenangan Pemerintah Kota selaku Lembaga Negara, mengingat setidaknya dalam Kesepakatan Perdamaian dan Putusan Perkara Register Nomor 40/Pdt.G/2014/PN.BGR tersebut tegas dinyatakan:

a. Pasal 3 angka 4 huruf a Tim Bersama atau yang dikenal dengan TPF berwenang “Melakukan analisa terkait dengan perijinan-perijinan bangunan dan usaha di kota Bogor yaitu namun tidak terbatas pada Hotel Amaroossa, dst…”,

b. Pasal 3 angka 4 huruf b Tim Bersama atau yang dikenal dengan TPF berwenang “Melakukan pengecekan bersama dilapangan, mengenai apakah bangunan Gedung di lapangan yang ada di Kota Bogor terkait namun tidak terbatas pada Hotel Amaroossatelah sesuai dengan ijin yang diberikan, dst…”,

c. Pasal 3 angka 4 huruf c Tim Bersama atau yang dikenal dengan TPF berwenang, “Memberikan Rekomendasi kepada Walikota Bogor, sehubungan dengan hasil analisa dan pemeriksaan terhadap bangunan gedung di Kota Bogor antara lain namun tidak terbatas pada Hotel Amaroossa”,

d. Pasal 3 angka 5 Kesepakatan Perdamaian Perkara Register Nomor 40/Pdt.G/2014/PN.BGR, dinyatakan bahwa Tim Bersama yang dikenal dengan TPF “dibentuk melalui Surat Keputusan Walikota, yang mana Tim Bersama ini melakukan tugas pokok dan fungsinya tidak ditentukan waktu kerjanya”.

Ini memang kecelakaan dan sejarah buruk dalam dunia Mediasi, bahwa Kesepakatan Perdamaian dan Putusan Perdamaian Perkara Register Nomor 40/Pdt.G/2014/PN.BGR, yang telah menghasilkan potensi penyalahgunaan wewenang yang diberikan Tim Bersama atau yang dikenal TPF tanpa batasan, lalu yang berpotensi mengebiri kewenangan, tanggungjawab, dan kewajiban lembaga negara Pemerintah Kota Bogor, bahkan berpotensi mereduksi atau menyamakan segenap kewenangan Pemerintah Kota sebagaimana peraturan terkait dengan Peraturan Perundang-undangan Pemerintah Daerah, dan menghasilkan lembaga yang berpotensi mempunyai kewenangan hampir sama dengan lembaga negara yaitu Tim Bersama atau yang dikenal TPF;

6. Faktanya bahwa Wakil Walikota Bogor sebelum bertindak, terlebih dahulu telah tidak mengindahkan saran dan Kajian Hukum yang tertuang dalam Nota Dinas Nomor 180/76-Huk tertanggal 22 Mei 2014, yang dibuat oleh Kepala Bagian Hukum, Sekretariat Daerah Pemerintah Kota Bogor, sehingga timbulah dugaan kuat atas Mal Administrasi dan Ketidakpatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan dari tindakan Wakil Walikota Bogor yang menandatangani Kesepakatan Perdamaian tersebut, yang setidaknya bertentangan dengan Pasal 14 ayat (2) Peraturan Mahakamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2008, dan patut diduga tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 12 ayat (1) Peraturan Mahakamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2008, Pasal 1320, Pasal 1335, Pasal 1337 KUH Perdata;

7. Faktanya bahwa terhadap pihak-pihak yang terlibat dengan lahirnya  Kesepakatan Perdamaian maupun Putusan Pengadilan Perkara Register Nomor 40/Pdt.G/2014/PN.BGR saat ini sedang dalam tingkatan sebagai Terlapor, baik minimal diantaranya di Lembaga Ombudsman RI, Mahkamah Agung RI, maupun Komisi Yudisial RI, sehingga dengan memastikan terlaksananya prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan pemerintahan yang layak, maka Walikota harus untuk tidak membentuk TPF dimaksud;

8. Faktanya bahwa sejak 25 Juni 2014, pihak Hotel Amaroossa sendiri telah mendaftarkan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum di Pengadilan Negeri Bogor dengan Nomor Register Perkara : 67/Pdt-G/2014/PN.Bgr, diantaranya sebagai akibat diabaikannya Hak Hukum mereka untuk ikut dalam perkara dalam Gugatan Intervensi dengan Nomor Register Perkara : 40/Pdt.G/2014/PN.Bgr.

Demikian setidaknya sekilas alasan mengapa sebaiknya agar TPF dimaksud tidak terbentuk.

Pembela Umum Sugeng Teguh Santoso, SH, seorang Advokat senior, yang juga petinggi dan pendiri Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Keadilan Bogor Raya (KBR), sekaligus Dewan Kehormatan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi). Sugeng yang juga dikenal piawai sebagai Pengacara atau Advokat bagiperkara-perkara besar atau menarik publik, seperti yang berkaitan dengan Korban pelanggaran HAM, Tersangka atau Terdakwa dugaan Tindak Pidana Korupsi, bahkan Perkara terkait Politik yang berhubungan dengan PDI Perjuangan, misalnya yaitu (para Kliennya), Lilimus Suhuniap dkk (Penggugat Kasus Pelanggaran HAM Berat di Abepura, tahun 2004), Suwarna Abdul Fatah (Gubernur Kaltim, 2007), Daryanto dan Endy Maskuri (Kasus pembunuhan wartawan Radar Bali, Anak Agung Gede Prabangsa, tahun 2009), Ary Muladi (Kasus Korupsi Anggodo Widjojo/Percobaan Suap KPK, tahun 2011), Wilem M Tutuarima (Kasus Miranda Gate, tahun 2011), Firman (Kasus Dhana Widyatmika/Pajak, 2012), Simon Gunawan Tanjaya dan Widodo Ratanachaithong (Kernel Oil Pte Limited, Kasus SKK Migas, tahun 2013), serta saat ini Rachmat Yasin (Kasus Bupati Bogor, tahun 2014). Sugeng bersama LBH KBR saat ini juga sedang menangani korban dugaan Traficking yang terjadi di Kota Bogor, selain juga saat ini ia aktif dan termasuk sebagai salah satu Tim Hukum dan Advokasi Pileg dan Pilpres 2014 BP Pemilu Pusat PDI Perjuangan. Artinya, dengan “turun tangannya” Advokat senior dan sekaliber Sugeng Teguh Santoso, Tokoh Nasional, yang sudah sangat terbiasa menangangi perkara-perkara besar dan pelik, maka dapat dikatakan bahwa Permasalahan Hotel Amaroossa adalah Kasus yang Serius dan Besar.

Untuk itu, selain apresiasi atas kepeduliannya di Kota Bogor, sebagai Tokoh Nasional diharapkan Sugeng Teguh Santoso dan LBH KBR-nya turut mencerdaskan kehidupan rakyat di Kota Bogor, dan menjadi contoh bagi rakyat di Kota Bogor, untuk tetap mematuhi segala bentuk Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Memang, ada permasalahan dengan berdirinya Hotel Amaroossa, selain sebagaimana yang dilaporkan oleh HE kepada Walikota, juga minimal setidaknya mengahalangi beberapa sisi pemandangan ke Gunung Salak, dan menjadikan tampak “kerdil” Tugu Kujang, simbol budaya dan peradaban masyarakat di Kota Bogor.

Akan tetapi marilah seluruh pihak, baik Pemerintah Kota Bogor, masyarakat pemangku kepentingan, Sugeng Teguh Santoso maupun LBH KBR-nya, agar menyelesaikannya dengan kejujuran serta sesuai dengan cara-cara yang telah ditentukan oleh Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Selain itu, saat ini, mari beri waktu kepada Walikota Bogor dan jajarannya, untuk menindaklanjuti permasalahan tersebut.

Lebih indah lagi, jika masalah ini selesai dengan hasil yang Win-Win Solution, semuanya duduk bersama (Pemerintah Kota Bogor, masyarakat pemangku kepentingan, Hotel Amaroossa, Sugeng Teguh Santoso maupun LBH KBR-nya) mencari jalan penyelesaian yang terbaik, dengan cara-cara yang tidak melawan hukum. Kalian mempunyai kesempatan untuk bertemu bersama setidak-tidaknya dalam proses MediasiPerkara 67/Pdt-G/2014/PN.Bgr, yang Insyaa Allah jika semua pihak terkait beritikad baik, sesuai jadual yang telah ditentukan, dapat dimulai pada hari Senin, tanggal 4 Agustus 2014, di Pengadilan Negeri Bogor.

Allah Ta’ala berfirman dalam Al Qur’an Surat Asy Syura ayat 42: Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih.

Petisi ini adalah surat terbuka untuk Publik.

Semoga mendatangkan kemaslahatan bagi kita semua. Aamiin.

Atas segala perhatian dan kelapangan hati, diucapkan terima kasih.

Hormat Saya,

Bogor, Senin, 14 Juli 2014

Wabillahit’tauifk Wal Hidayah, Wassalamu’alaikum Wr. Wb. 

Andrea Hynan Poeloengan

Warga Negara Indonesia dan Pencari Keadilan

back to top
Topik Banner Bottom
ads by bogorplus.com