Menu
RSS

November 2022

MENYONTEK, MAHASISWA, DAN PINJOL

Judul ini saya buat, setelah hari Minggu kemarin saya berdiskusi dengan orang tua siswa yang peduli pendidikan. Beliau mengeluhkan kebiasaan menyontek pelajar saat ini. Kebiasaan menyontek ini bisa terdeteksi dengan membandingkan hasil nilai ujian pada saat belajar online dengan hasil nilai ujian pada saat belajar offline. Anak-anak yang memperoleh nilai di papan atas pada saat ujian online, ternyata pada saat ujian offline nilainya menjadi papan bawah. Idealnya kalau siswa yang jujur dalam mengikuti ujian, posisi nilai pada saat ujian online dan offline tidak jauh berbeda.

Fenomena tidak jujur bukan hanya pada saat ujian sekolah, tapi juga pada lomba-lomba online seperti Olimpiade Sains Online. Ada fenomena penggunaan joki pada saat lomba Olimpiade Sains. Menyewa jasa joki untuk Olimpiade Sains tentu tidak murah, oleh karena itu sangat mungkin penggunaan joki diketahui orang tua peserta lomba tersebut dan tidak tertutup kemungkinan mendapat restu gurunya karena demi mengharumkan nama sekolah. Fenomena joki ini bisa diketahui dari beberapa pengalaman saya melaksanakan Lomba Sains Online. Kisah tentang joki sering kita dengar juga waktu jaman ujian masuk perguruan tinggi secara offline.

Kebiasaan menyontek atau menggunakan joki untuk sukses dalam ujian atau tes lainnya adalah sikap tidak jujur dalam meraih keberhasilan. Jika sikap ini terus dipelihara maka akan membuat pelaku terbiasa untuk meraih kesuksesan tanpa kerja keras. Sikap ini bisa menjadi bibit tumbuhnya perbuatan korupsi atau kejahatan lainnya, karena ingin meraih kesuksesan dengan cara yang mudah dan cepat. Sayangnya fenomena ini belum mendapatkan perhatian besar dari pemangku kepentingan di dunia pendidikan karena mungkin pemangku kepentingan tersebut lebih fokus kepada hal-hal yang dirasa lebih penting.

Kebiasaan untuk mencapai sesuatu kesuksesan dengan cara yang mudah dan cepat dengan cara apa pun, baik yang halal atau pun yang haram, sepertinya sudah menjadi gaya hidup generasi muda saat ini. Saat ini ada berita viral tentang ratusan mahasiswa yang terjerat pinjaman online (Pinjol) menjadi salah satu bukti kebiasaan tersebut. Kasus ini terjadi karena banyak mahasiswa yang tertarik untuk mengikuti suatu bisnis online yang keuntungannya menggiurkan, tetapi modal yang digunakan untuk menjalankan bisnis online itu diperolah dari pinjaman online. Ketika bisnis online tersebut ternyata adalah suatu bentuk penipuan, akibatnya banyak mahasiswa yang terjerat hutang kepada pihak pinjaman online. Hal ini bisa diketahui setelah banyak mahasiswa yang didatangi oleh penagih hutang dari pihak pinjaman online.

Kasus mirip ratusan mahasiswa yang tertipu seperti ini sudah banyak terjadi, contohnya Trading Binomo yang menipu ratusan orang dan akhirnya membawa pelakunya masuk penjara. Melihat kebiasaan generasi muda saat ini yang ingin meraih kesuksesan tanpa bersusah payah, membuat kasus-kasus di atas akan terus berlanjut, mungkin dengan versi yang berbeda. Jika kebiasaan anak muda meraih kesuksesan tanpa kerja keras menjadi budaya maka ini akan menjadi malapetaka bagi bangsa di masa depan.

Perlu ada upaya serius dari pemerintah untuk menghilangkan kebiasaan meraih kesuksesan dengan cara mudah. Tentunya upaya ini harus dimulai dari dunia pendidikan. Menurut saya ada kesalahan yang mendasar dalam dunia pendidikan kita, yaitu lebih mengutamakan mengasah kecerdasan otak di kepala dan kurang mengasah kecerdasan otak di dada (hati). Efek dari mendahulukan otak di kepala maka tujuan hidup peserta didik adalah untuk meraih kesuksesan yang sifatnya duniawi seperti kekayaan, pangkat, jabatan dan ketenaran. Kesuksesan duniawi itu diperoleh dengan berbagai cara, baik yang halal maupun yang haram, baik dengan kerja keras atau kerja santai. Kebiasaan menyontek generasi muda saat ini membuat cara meraih kesuksesan duniawi cenderung pada cara yang haram dan kerja santai.

Sudah saatnya dunia pendidikan kita untuk fokus pada peningkatan kecerdasan otak di dada (hati). Orang yang otak di dadanya cerdas akan melakukan cara yang halal saja dalam meraih kesuksesan, sebab orang tersebut tidak akan melakukan cara yang haram karena takut kepada Allah. Begitu pula dalam upaya meraih kesuksesan, orang yang otak di dadanya cerdas akan lebih menikmati proses daripada hasilnya. Sebab proses atau usaha yang dilakukan itulah yang dinilai oleh Allah dan para malaikat. Jika orang Indonesia otak di dadanya cerdas tentunya kasus penipuan yang dialami ratusan mahasiswa itu tidak akan terjadi dan tentunya dengan kasus-kasus penipuan lainnya pun tidak akan terjadi. InsyaAllah jika kecerdasan otak di dada menjadi prioritas untuk dicerdaskan, kebiasaan menyontek atau perbuatan curang lainnya dalam merah prestasi akan hilang di dunia pendidikan Indonesia.

 

Bogor, 18 November 2022

Bang Read1

 

Read more...

MENCARI PAHLAWAN BARU

Menjelang Hari Pahlawan 10 November 2022, Saya merenung tentang Indonesia saat ini dibandingkan dengan pada masa kemerdekaan. Saat ini di Indonesia, banyak orang yang mengejar pangkat, jabatan, atau kekayaan yang kebanyakan tujuannya untuk kepentingan pribadi atau golongannya bahkan partainya. Mereka tidak terlalu memikirkan kepentingan bangsa dan negara. Sehingga untuk mencapai tujuan yang diinginkan segala cara dihalalkan, walaupun harus melanggar aturan hukum yang berlaku. Padahal sudah banyak contoh orang yang di penjara akibat melanggar hukum tetapi tidak membuat yang lain jera.

Kondisi ini sangat berbeda dibanding dengan masa perang kemerdekaan Indonesia di tahun 1945. Pada saat itu banyak orang yang justru rela mengorbankan pangkat, jabatan, kekayaan, bahkan nyawanya untuk kemerdekaan. Orang-orang di masa itu banyak yang lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi dan kelompoknya. Sehingga pada masa itu banyak terlahir para pahlawan, baik pahlawan yang dikenal maupun yang tidak dikenal. Kerelaan berkorban para pahlawan waktu itu salah satunya termotivasi karena faktor agama, adanya keyakinan akan mati syahid, adanya keyakinan berinfak di jalan Allah akan mendapat balasan yang berlipat ganda, dan lain sebagainya. Motivasi itu bisa timbul karena hati manusia saat itu cerdas-cerdas. Manusia Indonesia saat itu cerdas-cerdas tentunya karena dekat dengan Allah dan tentunya karena banyak belajar pada para pemuka agama seperti para ulama.

Kondisi Indonesia saat ini butuh pahlawan-pahlawan baru dalam menyelesaikan masalah-masalah bangsa. Sebab permasalahan yang ada saat ini membutuhkan orang-orang yang rela berkorban dan lebih mendahulukan kepentingan nasional dibandingkan kepentingan pribadi atau pun golongan. Untuk melahirkan pahlawan baru sepertinya harus dimulai dengan memperbaiki proses pendidikan nasional yang ada saat ini. Sebab karakter manusia Indonesia saat ini salah satu pembentuknya adalah karena proses pendidikan yang berlaku saat ini.

Secara konsep, pendidikan nasional kita sudah benar yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Hanya saja pemaknaan cerdas di sini banyak yang menerjemahkan cerdas akalnya saja. Jika memaknai cerdas hanya dari akalnya maka yang menjadi parameter seorang anak itu berprestasi adalah ketika pintar dalam bidang matematika, IPA, bahasa dan kemampuan akademik lainnya. Selanjutnya pemaknaan orang sukses dalam kehidupan menjadi selaras dengan kecerdasan akal yaitu menjadi kaya atau mempunyai pangkat dan jabatan yang tinggi. Persepsi yang dibangun dalam kehidupan akibat makna cerdas hanya pada akal membuat orang berlomba-lomba untuk menjadi sukses seperti kebanyakan orang saat ini. Dampak yang terasa, sangat sulit terlahir para pahlawan, tetapi justru terlahir banyak pesakitan karena korupsi, perjudian, penjualan narkoba dan kejahatan lainnya.

Jika kita maknai mencerdaskan kehidupan bangsa itu tidak hanya kecerdasan akal tetapi juga kecerdasan hati, maka pasti kehidupan Indonesia akan berbeda. Kecerdasan hati akan membuat orang Indonesia mempunyai adab dan akhlak yang baik, rajin ibadah, dan takut kepada Allah. Efek dari kecerdasan hati ini membuat orang malu dan takut untuk berbuat jahat dan rela melakukan banyak kebaikan baik dilihat maupun tidak dilihat orang lain. Dalam kecerdasan hati yang dimaksud orang sukses adalah orang yang paling banyak memberi manfaat untuk orang lain. Jika Indonesia banyak dihuni oleh orang-orang seperti ini maka pasti kondisi Indonesia akan menjadi lebih baik.

Agar terlahir manusia-manusia yang cerdas hatinya tentunya harus ada upaya bersama baik dari pemerintah maupun masyarakat. Sebab pemerintah tidak bisa berjalan sendiri, perlu dukungan masyarakat terutama yang memahami tentang pendidikan yang berhubungan dengan kecerdasan hati. Perlu adanya terobosan baru dengan memasukkan pendidikan hati ke dalam kurikulum nasional dan memberikan penghargaan sebagaimana pelajar yang berprestasi lainnya kepada pelajar yang hatinya cerdas. Pendidikan hati ini harus diajarkan dalam bentuk teori dan praktik di semua jenjang, mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai Perguruan Tinggi (mahasiswa), bahkan untuk semua anggota masyarakat yang sudah tidak lagi bersekolah. Sebab Indonesia sebenarnya sudah darurat kecerdasan hati.

Hal yang sangat penting dan cukup sulit adalah mencari guru-guru yang mampu mengajarkan kecerdasan hati, sebab hati guru tersebut harus cerdas sebagai syarat utama. Tingkat kecerdasan hati sampai saat ini belum ada lembaga yang melakukan sertifikasi atau memberi ijazah sebagai pengakuan akan kecerdasan hati. Insya Allah jika kecerdasan hati ini masuk dalam kurikulum nasional, pasti Allah berikan jalan untuk mendapatkan sosok-sosok yang mampu mengajarkan ilmu ini, karena ilmu kecerdasan hati ini salah satunya untuk mengenal Allah, tentunya Allah akan kirimkan orang-orang terbaik agar manusia bisa mengenal Allah.

Kecerdasan hati ini berlaku untuk semua pelajar Indonesia yang berasal dari berbagai agama. Teori dari kecerdasan hati sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianut oleh para pelajar, sedangkan praktik dalam kehidupan yang sifatnya berhubungan dengan antar manusia dan lingkungan dan alam sekitarnya bisa dilakukan bersama-bersama. Bentuk praktik dari kecerdasan hati salah satunya sejalan dengan pendidikan karakter yang ada selama ini. Sebenarnya pendidikan karakter yang tidak dilandasi hati yang cerdas tidak akan menghasilkan manfaat maksimal dalam kehidupan. Hal ini karena niat yang melatarbelakangi perbuatan baik sangat memengaruhi hasil yang didapat dalam kehidupan. Niat itu sangat berhubungan dengan hati.

Mari kita perbaiki Indonesia dengan memperbaiki pendidikan di Indonesia, mari kita perbaiki pendidikan Indonesia dengan memasukkan pendidikan mencerdaskan hati menjadi bagian sistem pendidikan nasional. Insya Allah jika hati orang Indonesia cerdas maka akan terlahir banyak pahlawan baru, sebab akan banyak orang yang rela berkorban apa saja demi kepentingan bangsa dan negara.

 

Bogor, 5 November 2022

Bang Read1

Read more...