MENYIAPKAN PEMUDA SUPRARASIONAL

Menjelang Hari Sumpah Pemuda di tanggal 28 Oktober, saya jadi teringat kehadiran beberapa orang lulusan SMA yang bersilaturahmi ke kantor saya sekaligus mohon doa restu untuk melanjutkan kuliah di beberapa perguruan tinggi baik di dalam maupun di luar negeri. Mereka adalah anak-anak muda yang sejak SD atau SMP belajar di Klinik Pendidikan MIPA (KPM), sebuah lembaga pendidikan yang saya pimpin. Mereka adalah anak-anak yang setiap Sabtu rela datang ke Bogor untuk belajar Matematika, ikut olahraga pencak silat, dibina adab dan akhlaknya, serta rajin melakukan ibadah.
Saya tidak terpikir kalau mereka saat ini bisa menjadi sosok-sosok yang bisa membanggakan dan sekaligus Insya Allah bisa diandalkan untuk menghadapi masa depan bangsa, karena di antara mereka banyak yang menjadi juara Olimpiade Matematika dan Sains baik nasional maupun internasional. Saya berdoa anak-anak muda yang pernah kami bina di KPM bisa menjadi sosok-sosok yang mandiri dan mampu mempertahankan keberlangsungan bangsa, bahkan bisa membawa bangsa ini menjadi terhormat di mata dunia.
Berkaca pada pengalaman KPM membina anak-anak Indonesia khususnya di bidang Matematika dan IPA. KPM selalu menekankan bahwa belajar di KPM bukan untuk menjadi juara Olimpiade Matematika dan IPA, walaupun pada kenyataannya banyak anak-anak yang belajar di KPM berhasil menjadi juara di berbagai olimpiade. Tujuan KPM membina anak-anak ini adalah agar mereka menjadi orang yang bermanfaat di masa sekarang dan masa mendatang.
Oleh karena itu, agar menjadi manusia bermanfaat maka anak-anak tersebut harus diasah akalnya (otak di kepala) dengan pelajaran Matematika dan IPA, juga harus diasah hatinya (otak di dada) dengan diajari adab dan akhlak serta diajak untuk rajin beribadah, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Khusus yang beragama Islam, dianjurkan untuk melaksanakan 7 sunah. Selain itu, sebelum masa pandemi, KPM menganjurkan anak-anak yang belajar di kelas khusus untuk mengikuti pencak silat yang diadakan KPM, impiannya adalah agar ketika mereka kuliah ke luar negeri bisa membela diri dan bisa mengenalkan pencak silat ke mancanegara.
Proses pembinaan yang dilakukan selama ini sepertinya sudah mulai menuai hasil ketika setiap tahun banyak alumni KPM yang mohon doa restu untuk kuliah di dalam dan luar negeri. Bahkan, ada juga yang mohon doa restu untuk bekerja di luar negeri. Bagi saya keberhasilan anak-anak muda ini, tentu faktor utamanya ada pada orang tua dan pihak sekolah, sedangkan posisi lembaga pendidikan seperti KPM hanya untuk melengkapi dan mengasah apa yang sudah didapat di sekolah agar lebih tajam dan lebih memberi manfaat.
Hal yang membuat saya bersyukur, saat ini banyak orang tua menitipkan anaknya ke KPM karena untuk bisa lebih rajin ibadah dan agar mempunyai adab dan akhlak yang baik. Pergeseran berpikir pada orang tua ini membuat saya menjadi lebih leluasa untuk menerapkan program-program agar otak di dada anak-anak ini menjadi cerdas.
Cerita saya di atas adalah pengantar untuk para pembaca agar bisa memahami konsep yang coba saya terapkan untuk menyiapkan generasi muda dalam menghadapi masa depan. Sependek pemahaman saya bahwa manusia dibekali Allah dengan pancaindra, akal (otak di kepala) dan kalbu (hati atau otak di dada). Seharusnya pancaindra, akal dan kalbu (hati) harus dilatih atau diasah agar ketiganya sama-sama sehat atau cerdas. Pancaindra diasah dengan berolahraga dan menjaga pola makan, akal diasah dengan cara belajar dan mengamalkan ilmu yang dimiliki, sedangkan kalbu (hati) diasah dengan adab dan akhlak yang berbaik serta rajin beribadah.
Jika dilihat pelaksanaan pendidikan di Indonesia, kebanyakan atau yang utama diasah itu cenderung akal dan pancaindra, sementara kalbu kurang diperhatikan. Buktinya adalah seseorang dijadikan ranking 1 di kelas di sebuah sekolah, pertimbangan utamanya karena nilai-nilai akademiknya bagus dan fisiknya atau nilai olahraganya bagus. Jarang atau mungkin tidak ada seseorang jadi ranking 1 di kelas dengan pertimbangan utamanya karena adab dan akhlaknya bagus serta rajin ibadah.
Dampak yang terjadi dari kebijakan ini adalah anak-anak lebih suka les Matematika, IPA, bahasa Inggris atau les renang atau les olahraga lainnya agar bisa menjadi ranking di kelasnya. Sementara adab dan akhlak serta rajin ibadah bukan menjadi prioritas orang tua untuk dikursuskan atau dibina secara khusus karena tidak punya dampak penting untuk jadi rangking di kelas.
Banyak yang lupa untuk mengasah hati karena banyak yang beranggapan hati tidak begitu penting. Padahal jika kita renungkan hadis nabi berikut ini:
Rasulullah SAW pernah bersabda, Ingatlah, dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Kalau segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya. Tetapi, bila rusak, niscaya akan rusak pula seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu bernama qolbu.” (HR Bukhari dan Muslim).
Kalbu berdasarkan hadis di atas berpengaruh terhadap kebaikan atau kerusakan jasad. Pada faktanya yang terjadi demikian, hati yang baik akan membuat pikiran menjadi tenang. Pikiran tenang akan membuat fisik menjadi sehat. Fakta medis banyak penyakit fisik yang terjadi karena pengaruh pikiran yang tidak tenang, contohnya stres yang bisa menyebabkan penyakit fisik. Hati yang baik akan menghasilkan pikiran yang baik, seperti berpikir untuk memberi manfaat kepada orang lain dengan apa yang dimilikinya sehingga hati yang baik salah satu manfaatnya bisa melahirkan orang-orang dermawan.
Hati yang rusak bisa melahirkan pikiran yang rusak yang bisa merugikan orang lain, seperti berpikir untuk melakukan korupsi, mencuri, dan perbuatan tidak baik lainnya. Jika melihat pembahasan ini tentunya kita sepakat kalau kalbu punya peran sangat penting dalam kehidupan. Oleh karena, itu mengasah kalbu tidak boleh dilupakan bahkan seharusnya diutamakan.
Jika dipahami lebih mendalam, hati yang baik bisa menghasilkan orang-orang yang beriman dan bertakwa. Manfaat jika suatu negeri penduduknya beriman dan bertakwa ada pada QS. Al-A’raf ayat 96.
Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.
Berdasarkan ayat di atas maka perlunya kita semua menyiapkan anak-anak muda Indonesia untuk menjadi orang-orang yang beriman dan bertakwa agar Indonesia menjadi negeri yang penuh berkah. Supaya membentuk anak-anak muda yang beriman dan bertakwa maka pendidikan saat ini tidak boleh melupakan atau bahkan harus lebih mengutamakan mengasah hati. Bentuknya dengan menjadikan adab dan akhlak serta rajin beribadah sebagai pertimbangan utama dalam memilih siswa berprestasi baik di kelas maupun di sekolah. Pengutamaan mengasah hati ini bertujuan untuk memperkuat kegiatan mengasah akal dan mengasah pancaindra yang sudah ada di kurikulum pendidikan saat ini. Anak-anak muda yang hatinya sehat yang akan membawa negeri ini menjadi penuh berkah, saya menyebutnya anak-anak muda tersebut sebagai Pemuda Suprarasional.
Bogor, 26 oktober 2022
Bang Read1