MENCARI PAHLAWAN BARU
Menjelang Hari Pahlawan 10 November 2022, Saya merenung tentang Indonesia saat ini dibandingkan dengan pada masa kemerdekaan. Saat ini di Indonesia, banyak orang yang mengejar pangkat, jabatan, atau kekayaan yang kebanyakan tujuannya untuk kepentingan pribadi atau golongannya bahkan partainya. Mereka tidak terlalu memikirkan kepentingan bangsa dan negara. Sehingga untuk mencapai tujuan yang diinginkan segala cara dihalalkan, walaupun harus melanggar aturan hukum yang berlaku. Padahal sudah banyak contoh orang yang di penjara akibat melanggar hukum tetapi tidak membuat yang lain jera.
Kondisi ini sangat berbeda dibanding dengan masa perang kemerdekaan Indonesia di tahun 1945. Pada saat itu banyak orang yang justru rela mengorbankan pangkat, jabatan, kekayaan, bahkan nyawanya untuk kemerdekaan. Orang-orang di masa itu banyak yang lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi dan kelompoknya. Sehingga pada masa itu banyak terlahir para pahlawan, baik pahlawan yang dikenal maupun yang tidak dikenal. Kerelaan berkorban para pahlawan waktu itu salah satunya termotivasi karena faktor agama, adanya keyakinan akan mati syahid, adanya keyakinan berinfak di jalan Allah akan mendapat balasan yang berlipat ganda, dan lain sebagainya. Motivasi itu bisa timbul karena hati manusia saat itu cerdas-cerdas. Manusia Indonesia saat itu cerdas-cerdas tentunya karena dekat dengan Allah dan tentunya karena banyak belajar pada para pemuka agama seperti para ulama.
Kondisi Indonesia saat ini butuh pahlawan-pahlawan baru dalam menyelesaikan masalah-masalah bangsa. Sebab permasalahan yang ada saat ini membutuhkan orang-orang yang rela berkorban dan lebih mendahulukan kepentingan nasional dibandingkan kepentingan pribadi atau pun golongan. Untuk melahirkan pahlawan baru sepertinya harus dimulai dengan memperbaiki proses pendidikan nasional yang ada saat ini. Sebab karakter manusia Indonesia saat ini salah satu pembentuknya adalah karena proses pendidikan yang berlaku saat ini.
Secara konsep, pendidikan nasional kita sudah benar yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Hanya saja pemaknaan cerdas di sini banyak yang menerjemahkan cerdas akalnya saja. Jika memaknai cerdas hanya dari akalnya maka yang menjadi parameter seorang anak itu berprestasi adalah ketika pintar dalam bidang matematika, IPA, bahasa dan kemampuan akademik lainnya. Selanjutnya pemaknaan orang sukses dalam kehidupan menjadi selaras dengan kecerdasan akal yaitu menjadi kaya atau mempunyai pangkat dan jabatan yang tinggi. Persepsi yang dibangun dalam kehidupan akibat makna cerdas hanya pada akal membuat orang berlomba-lomba untuk menjadi sukses seperti kebanyakan orang saat ini. Dampak yang terasa, sangat sulit terlahir para pahlawan, tetapi justru terlahir banyak pesakitan karena korupsi, perjudian, penjualan narkoba dan kejahatan lainnya.
Jika kita maknai mencerdaskan kehidupan bangsa itu tidak hanya kecerdasan akal tetapi juga kecerdasan hati, maka pasti kehidupan Indonesia akan berbeda. Kecerdasan hati akan membuat orang Indonesia mempunyai adab dan akhlak yang baik, rajin ibadah, dan takut kepada Allah. Efek dari kecerdasan hati ini membuat orang malu dan takut untuk berbuat jahat dan rela melakukan banyak kebaikan baik dilihat maupun tidak dilihat orang lain. Dalam kecerdasan hati yang dimaksud orang sukses adalah orang yang paling banyak memberi manfaat untuk orang lain. Jika Indonesia banyak dihuni oleh orang-orang seperti ini maka pasti kondisi Indonesia akan menjadi lebih baik.
Agar terlahir manusia-manusia yang cerdas hatinya tentunya harus ada upaya bersama baik dari pemerintah maupun masyarakat. Sebab pemerintah tidak bisa berjalan sendiri, perlu dukungan masyarakat terutama yang memahami tentang pendidikan yang berhubungan dengan kecerdasan hati. Perlu adanya terobosan baru dengan memasukkan pendidikan hati ke dalam kurikulum nasional dan memberikan penghargaan sebagaimana pelajar yang berprestasi lainnya kepada pelajar yang hatinya cerdas. Pendidikan hati ini harus diajarkan dalam bentuk teori dan praktik di semua jenjang, mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai Perguruan Tinggi (mahasiswa), bahkan untuk semua anggota masyarakat yang sudah tidak lagi bersekolah. Sebab Indonesia sebenarnya sudah darurat kecerdasan hati.
Hal yang sangat penting dan cukup sulit adalah mencari guru-guru yang mampu mengajarkan kecerdasan hati, sebab hati guru tersebut harus cerdas sebagai syarat utama. Tingkat kecerdasan hati sampai saat ini belum ada lembaga yang melakukan sertifikasi atau memberi ijazah sebagai pengakuan akan kecerdasan hati. Insya Allah jika kecerdasan hati ini masuk dalam kurikulum nasional, pasti Allah berikan jalan untuk mendapatkan sosok-sosok yang mampu mengajarkan ilmu ini, karena ilmu kecerdasan hati ini salah satunya untuk mengenal Allah, tentunya Allah akan kirimkan orang-orang terbaik agar manusia bisa mengenal Allah.
Kecerdasan hati ini berlaku untuk semua pelajar Indonesia yang berasal dari berbagai agama. Teori dari kecerdasan hati sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianut oleh para pelajar, sedangkan praktik dalam kehidupan yang sifatnya berhubungan dengan antar manusia dan lingkungan dan alam sekitarnya bisa dilakukan bersama-bersama. Bentuk praktik dari kecerdasan hati salah satunya sejalan dengan pendidikan karakter yang ada selama ini. Sebenarnya pendidikan karakter yang tidak dilandasi hati yang cerdas tidak akan menghasilkan manfaat maksimal dalam kehidupan. Hal ini karena niat yang melatarbelakangi perbuatan baik sangat memengaruhi hasil yang didapat dalam kehidupan. Niat itu sangat berhubungan dengan hati.
Mari kita perbaiki Indonesia dengan memperbaiki pendidikan di Indonesia, mari kita perbaiki pendidikan Indonesia dengan memasukkan pendidikan mencerdaskan hati menjadi bagian sistem pendidikan nasional. Insya Allah jika hati orang Indonesia cerdas maka akan terlahir banyak pahlawan baru, sebab akan banyak orang yang rela berkorban apa saja demi kepentingan bangsa dan negara.
Bogor, 5 November 2022
Bang Read1